Dengan kalimat apa aku menuliskan arti hadirmu?
Sebagai debar yang tiba-tiba gemetar untuk mengharapmu
atau rindu yang diam-diam menggebu?
Di sudut hatimu aku ingin mengaduh bahagia,
Jelas sudah! Tak perlu kucari bahagia lagi; karena di kamu, bahagiaku itu.
Sudah lama aku membiarkan rasaku diam terjaga dalam kesenyapannya;
sampai perjumpaan kedua menggelitik getar itu lagi, telak.
Maaf, jika itu terjadi begitu saja.
Apakah aku terlambat;
bahkan sebelum sempat kubaca hati [mu] ?
Sungguh, aku tak menginginkan itu,
karena esok dan seterusnya aku akan menunggu kerlingan manja,
dan senyuman malu-malu yang kau titipkan pada arakan senja, seperti kemarin.
Karena tak butuh satu alasan pun untuk [tidak] berbahagia saat aku jatuh cinta,
dan seterusnya jatuh cinta [kepadamu].
Sejak kau izinkan aku tinggal di hatimu,
tak ada lagi tempat yang kutuju: selainmu.
Di sudut hatimu aku ingin mengaduh bahagia, tanpa jera.
Di sudut hatimu, aku ingin tinggal selamanya.
Menuliskan cerita bahagia, tanpa jeda.
(Disadur dari Moammar Emka)
atau rindu yang diam-diam menggebu?
Di sudut hatimu aku ingin mengaduh bahagia,
Jelas sudah! Tak perlu kucari bahagia lagi; karena di kamu, bahagiaku itu.
Sudah lama aku membiarkan rasaku diam terjaga dalam kesenyapannya;
sampai perjumpaan kedua menggelitik getar itu lagi, telak.
Maaf, jika itu terjadi begitu saja.
Apakah aku terlambat;
bahkan sebelum sempat kubaca hati [mu] ?
Sungguh, aku tak menginginkan itu,
karena esok dan seterusnya aku akan menunggu kerlingan manja,
dan senyuman malu-malu yang kau titipkan pada arakan senja, seperti kemarin.
Karena tak butuh satu alasan pun untuk [tidak] berbahagia saat aku jatuh cinta,
dan seterusnya jatuh cinta [kepadamu].
Sejak kau izinkan aku tinggal di hatimu,
tak ada lagi tempat yang kutuju: selainmu.
Di sudut hatimu aku ingin mengaduh bahagia, tanpa jera.
Di sudut hatimu, aku ingin tinggal selamanya.
Menuliskan cerita bahagia, tanpa jeda.
(Disadur dari Moammar Emka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar