Jumat, 27 September 2013

Dear, M


Dengan kalimat apa aku menuliskan arti hadirmu? 
Sebagai debar yang tiba-tiba gemetar untuk mengharapmu 
atau rindu yang diam-diam menggebu?



Di sudut hatimu aku ingin mengaduh bahagia, 
Jelas sudah! Tak perlu kucari bahagia lagi; karena di kamu, bahagiaku itu.

Sudah lama aku membiarkan rasaku diam terjaga dalam kesenyapannya; 
sampai perjumpaan kedua menggelitik getar itu lagi, telak. 
Maaf, jika itu terjadi begitu saja.

Apakah aku terlambat; 
bahkan sebelum sempat kubaca hati [mu] ? 
Sungguh, aku tak menginginkan itu, 
karena esok dan seterusnya aku akan menunggu kerlingan manja, 
dan senyuman malu-malu yang kau titipkan pada arakan senja, seperti kemarin.

Karena tak butuh satu alasan pun untuk [tidak] berbahagia saat aku jatuh cinta, 
dan seterusnya jatuh cinta [kepadamu].
Sejak kau izinkan aku tinggal di hatimu, 
tak ada lagi tempat yang kutuju: selainmu.

Di sudut hatimu aku ingin mengaduh bahagia, tanpa jera.
Di sudut hatimu, aku ingin tinggal selamanya. 
Menuliskan cerita bahagia, tanpa jeda.


(Disadur dari Moammar Emka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar